Saturday, June 17, 2017

LOVE LOGICALLY

Jatuh cinta dengan seseorang bisa berujung manis jika perasaan itu bersambut. Tetapi di era sekarang ini, apalagi di kota besar, kepahitan karena ditolak itu bisa disebabkan bukan hanya karena ngga memiliki perasaan suka yang sama, tetapi …

Saya punya seorang teman dekat yang bekerja di sebuah hotel bintang lima international di Jakarta. Usianya sudah dewasa, posisinya cukup tinggi, sebagai seorang executive commitee. Saya ngga tahu musti kasihan atau kasih sedikit masukan dalam urusan hati, tapi dia sering sekali salah jatuh cinta. Saya ingat beberapa tahun lalu dia bilang suka dengan beberapa laki-laki. Usut punya usut, semua laki-laki yang dia sukai itu penyuka sesama jenis.

“Aku ngga tahu mereka gay, mereka kelihatan straight banget,” kata teman saya itu, waktu beberapa teman lain mentertawakan kondisinya. Hmmm, ngga layak juga sih ditertawakan, karena yang pasti dia kemudian merasa bodoh. “Kamu ngga bodoh, kamu cuma ngga tahu aja,”  kata saya mencoba kasih pengertian dan simpati. Itu maksud saya. Kita ngga bisa milih untuk jatuh cinta dengan siapa. The heart wants  what it wants. 

Pesona seseorang biasanya emang jadi alasan pertama kita suka dengan mereka. Beberapa tahun lalu mungkin ‘ditolak' itu hanya berarti antara laki-laki dan perempuan (yang heteroseksual) maka jaman sekarang tautannya semakin rumit.  We can't resist someone's charm. Itu juga yang jadi alasan bagaimana kita bisa menyukai seseorang. Charm atau pesona itu bisa dalam bentuk apa aja, physical, attitude, behavior, sampai isi otak.

Sementara itu teman yang lain minta pendapat  saya tentang  mantannya yang juga dia duga adalah laki-laki homoseksual. Dia curhat betapa dia pengin agar laki-laki itu lebih baik mengakui semuanya. “Semua teman-teman gue yang gay udah confirm kalau dia memang gay, nah kok gue masih deny ya?” tanya teman saya itu (yang lebih tepatnya rhetorical question ke dirinya sendiri). “Kenapa gue susah banget percaya kalau dia gay?”

Bagi mereka yang lahir dari keluarga yang konservatif, menjadi homoseksual  sama seperti memiliki bom waktu dalam diri sendiri. Banyak yang akhirnya mengakui pada keluarganya bahwa mereka adalah penyuka sesama jenis dan berujung penolakan, sampai pengusiran. Dengan alasan takut atas penolakan, pengusiran, sampai ngga mau mengecewakan orang tua maka mereka lebih memilih untuk menyimpan semuanya selama bertahun-tahun. Beban yang hanya mereka rasakan sendiri (mungkin juga mereka bagikan ke teman-teman terdekat), and it's never been easy.

Menjadi gay atau homoseksual menurut penelitian bukanlah penyakit fisik maupun mental. Bukan pula fenomena atau anomali. Pro kontra akan keputusan sebagian orang untuk menerima dan hidup sebagai homoseksual ngga akan pernah selesai. Hal ini pula yang ‘memaksa' banyak kaum penyuka sesama jenis bertahan dengan identitas ‘normal' mereka dan mencari kemerdekaan sebagai homoseksual di momen-momen dan tempat khusus di mana mereka bebas menjadi diri mereka sendiri.

Di film “De Lovely” yang dibintangi oleh Kevin Kline dan Ashley Judd tema laki-laki gay yang memutuskan untuk menikah diceritakan dengan indah sekaligus sedih. Film yang diangkat dari kisah nyata Cole Porter, seorang pencipta lagu Amerika Serikat di era 1950an. Cole menikahi teman baiknya, Linda, yang sebenarnya tahu bahwa ia adalah laki-laki penyuka sesama jenis. Tapi perempuan itu mencoba menerima keadaan itu dan menjalani pernikahan mereka seperti biasa, karena Cole pun terlihat cukup serius ingin menjadi suaminya. Di akhir hayatnya Linda justru menugaskan seorang laki-laki muda untuk menjaga Cole setelah kepergiannya. Meski di era itu Cole juga menjalani kehidupan homoseksualnya di bawah radar lingkungan sosial tapi keadaan itu terus berjalan bahkan selama ia menikah dengan Linda.

Penerimaan yang dilakukan Linda hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang. Yang dirasakan oleh Linda selama pernikahannya dengan Cole mungkin bukan cinta dalam arti sebenarnya. Film “De Lovely” menggambarkan pasangan Cole dan Linda sebagai dua orang yang menyayangi satu sama lain, melewati batas pemahaman identitas dan orientasi seksual. Cole adalah laki-laki dengan orientasi seksual yang tinggi pada sesama jenis, sementara pernikahan membuatnya kemudian melakukan hubungan seksual dengan istrinya, Linda.

Coming out, atau memberi tahu lingkungan kita bahwa kita memiliki orientasi seksual yang berbeda membutuhkan keberanian dan pemahaman akan risiko yang menyusul kemudian. Seperti yang saya paparkan sebelumnya, akhirnya banyak yang memilih untuk menjalani hidup ‘normal' dan mencari kebebasan menjadi diri sendiri di saat-saat tertentu saja.

Seorang teman saya, dia homoseksual, dan sudah terbuka dengan lingkungannya tentang orientasinya berpendapat laki-laki homoseksual yang menikah itu setiap hari makan hati. Kecewa karena dia ngga bisa mengaktualisasikan dirinya sendiri. Kecewa karena harus menikah dan berkeluarga (karena, menurut teman saya, kalau bisa mungkin laki-laki homoseksual juga lebih memilih untuk bersama laki-laki homoseksual). Semua kebebasannya dirampas.

But guess what, ngga sedikit kaum homoseksual yang menginginkan anak di tengah-tengah hubungan sesama jenis yang sedang mereka jalani. Barangkali ini yang membuat sebagian dari mereka cukup ‘berani' untuk menikah dengan benar-benar memiliki anak. Bukan dari proses adopsi. Mereka mencari kebahagiaan dari memiliki anak yang benar-benar lahir dari rahim seorang perempuan. Tapi juga menyimpan beban dengan pernikahan yang sebenarnya jauh dari pikiran mereka.

Semuanya memang masalah aktualisasi diri. Kebahagiaan yang kita cari kita yang tentukan. Hidup yang buat orang-orang tertentu sangat rumit, bagi kita mungkin sebenarnya cukup sederhana. Hidup yang sederhana mungkin artinya adalah mengungkapkan siapa diri kita sebenarnya karena hanya itu satu-satunya cara untuk mengaktualisasikan diri. Tapi hidup sederhana mungkin juga berarti menjalani hidup sama seperti orang ‘normal' lainnya di luar sana, yang berarti malah menyembunyikan identitas kita sebenarnya, karena orang-orang ngga siap dengan perbedaan yang kita punya.

Ditolak karena dia ternyata juga menyukai laki-laki. Pahit? Mungkin. Konyol? Mungkin. Kamu ngga akan mendapatkan kepastian sampai kamu sendiri yakin bahwa dia sesuai pikiranmu, atau malah tidak. Want to keep on chasing pavement? Menjadi bimbang sendiri? Jangan sampai.

Tapi jika situasinya adalah sedang berada di sebuah pernikahan yang sedang mengalami kebimbangan, dan merasakan ada yang 'ngga biasa' dengan pasangan, make your move!. Ingin menjadi Linda yang bisa dan mau berusaha untuk menerima kekurangan pasanganmu, dan menjalani pernikahan seperti yang kalian cita-citakan bersama? Menghargai dia karena terlepas dari semua kekurangannya, karena dia adalah laki-laki yang sedang berusaha menjadi kepala keluarga yang baik?

Atau ambil jalan lain. Mengembalikan kesadaran kamu sepenuhnya bahwa sampai kapanpun pikirannya ngga akan sepenuhnya untuk kamu. Hidup dengan ketakutan karena kuatir suatu hari nanti dia akan meninggalkanmu, demi laki-laki lain. Terjebak memang ngga enak, apalagi dalam situasi seperti ini.

If you meet someone and you feel likely that you're going to fall for them? Find out who they are, think logic, and LOVE logically 



MARRIAGE IS A DAILY LIFE

Before I continue writing, forgive me for the title of this post that may sounds like it understates the meaning of marriage. NO! It is not ...